TOKOH NASIONAL/DAERAH YANG BERJUANG MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN BANGSA (BIOGRAFI PIERRE ANDRIES TENDEAN)
TOKOH
NASIONAL/DAERAH YANG BERJUANG MEMPERTAHANKAN KEUTUHAN BANGSA
“Tugas
Mandiri Tidak Terstruktur”
Guru Pembimbing : Dra. Siti Sundari Resmiati,
M. Pd
Disusun oleh:
Zulfa Farida
30
Kelas XII IPS 3
SMA NEGERI 7 PURWOREJO
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Kata Pengantar
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat
dan hidayah-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang ”Tokoh
daerah/nasional yang berjuang mempertahankan keutuhan bangsa”.
Kami
mengucapkan terimakasih karena dalam penyusunan makalah ini saya tidak lepas
dari bimbingan dan dukungan dari para guru, khususnya guru Sejarah dan
teman-teman.
Saya
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan pedoman khususnya
bagi penyusunnya dan umumnya bagi para pembacanya.
Purworejo, Juli 2016
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
B.
Rumusan Masalah
C.
Tujuan
D.
Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Sebelum menjadi negara yang
merdeka seperti sekarang ini, Indonesia telah berjuang untuk menegakkan
keamanan, perdamaian dan menjaga keutuhan wilayah bangsa Indonesia. Banyak
orang yang gugur untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ternyata
perjuangan mereka tidak sampai disitu saja karena setelah Indonesia merdeka,
mereka masih harus berjuang mengatasi ancaman dari luar dan melawan ancaman
dari dalam.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana biografi dari tokoh tersebut?
2. Bagaimana peran tokoh tersebut dalam berjuang
mempertahankan keutuhan bangsa?
3. Apa sajakah nilai-nilai yang dapat diambil dari
perjuangan tokoh tersebut?
Tujuan
1. Untuk mengetahui biografi tokoh yang telah
berjuang untuk mempertahankan keutuhan bangsa.
2. Untuk mengetahui peran tokoh tersebut dalam
berjuang untuk mempertahankan keutuhan bangsa.
3. Untuk mengetahui nilai-nilai apa saja yang
dapat diambil dari perjuangan tokoh tersebut.
Manfaat
1.
Untuk
menambah wawasan yang terkait dengan tokoh yang berjuang dalam mempertahankan
keutuhan bangsa.
2.
Untuk
memberikan referensi kepada pada pembaca tentang tokoh yang saya ambil dalam
mempertahankan keutuhan bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Biografi
Pierre Andries Tendean
Nama
: Pierre Andries Tendean
TTL
: Jakarta, 21 Februari 1939
Agama
: Kristen Protestan
Kebangsaan
: Indonesia
Tinggi/
berat : 176
cm/ 65 kg
Keluarga
:dr. Aurelius Lammert
Tendean (asal suku Minahasa, Sulawesi Utara)
Marie Elizabeth Cornell (wanita keturunan Perancis-Belanda)
Mitzi Ernesto Farre (kakak perempuan)
Rooswidiati Tendean (adik perempuan)
Riwayat
pendidikan : SR Kintelan
SMPN 1 Semarang
SMAN Bagian B Semarang
Akademi Militer Jurusan Teknik (Atekad) angkatan VI,
Bandung (1958-1961)
Sekolah Tinggi Intelijen Negara/ STIN, Bogor (1963)
Karir
militer :
Tendean menerima pengalaman medan sementara di akademi ketika ia dikirim ke
Barat Sumatera dengan sesama taruna untuk berpartisipasi dalam operasi militer
bernama "Sapta Marga". Pada saat itu adalah Kopral Tendean dan
ditugaskan Angkatan Darat Corps of Engineers ( Indonesia : Zeni Tempur). Pada
tahun 1962, Tendean lulus dari ATEKAD dan diberi Letnan Dua ( Indonesia :
Letnan Dua (Letda) Czi). Tugas pertamanya adalah sebagai Komandan Peleton di
Batalyon ke-2 dari Corps of Engineers di Komando Militer Daerah 2 (
Indonesian : Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur Komando Daerah Militer 2 II
(Danton Yon Zipur 2 / Dam II)). di Medan.
Tahun berikutnya, Tendean menerima pelatihan intelijen di Bogor dan kemudian ditugaskan ke Layanan Pusat Intelijen Angkatan Darat ( Indonesia : Dinas Intelijen Pusat Angkatan Darat (DIPIAD)). Ia dikirim ke garis depan selama konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal sebagai "Dwikora", di mana dia memimpin sekelompok relawan di beberapa infiltrasi ke Malaysia dalam misi intelijen . Wajah indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik Indonesia - Singapura sebagai intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih Pierre berhasil melakukan infiltrasi sebanyak 6 kali, yang terakhir nyaris membuatnya terbunuh.
Tahun berikutnya, Tendean menerima pelatihan intelijen di Bogor dan kemudian ditugaskan ke Layanan Pusat Intelijen Angkatan Darat ( Indonesia : Dinas Intelijen Pusat Angkatan Darat (DIPIAD)). Ia dikirim ke garis depan selama konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal sebagai "Dwikora", di mana dia memimpin sekelompok relawan di beberapa infiltrasi ke Malaysia dalam misi intelijen . Wajah indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik Indonesia - Singapura sebagai intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih Pierre berhasil melakukan infiltrasi sebanyak 6 kali, yang terakhir nyaris membuatnya terbunuh.
Pada tanggal 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi
Letnan Satu ( Indonesia : Letnan Satu (Lettu)) dan ditugaskan sebagai asisten
pribadi kepada Jenderal Besar DR. Abdul Harris Nasution (Menko Hankam/Kepala
Staf ABRI) pada era Soekarno. Pierre merupakan Ajudan Jendral A.H Nasution yang
termuda, baik usia maupun dinasnya sebagai seorang militer.
Penghargaan : Tendean
bersama keenam perwira lainnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata,
Jakarta. Untuk menghargai jasa-jasanya, Tendean dianugerahi gelar Pahlawan Revolusi Indonesia pada
tanggal 5 Oktober 1965 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No.
111/KOTI/Tahun 1965. Pasca kematiannya, ia secara anumerta
dipromosikan menjadi kapten. Sejumlah jalan juga dinamai sesuai namanya,
termasuk di Manado,
Balikpapan,
dan di Jakarta.
Fakta menarik mengenai Pierre
Andries Tendean :
·
Meskipun lahir sebagai anak
keturunan Minahasa – Perancis – Belanda, tapi Pierre fasih berbahasa Jawa
·
Nama ‘Pierre’ diambil dari nama
kakeknya, Pierre Albert, yaitu ayah dari ibunya. Sedangkan nama ‘Andries’
diambil dari nama kakeknya yang berasal dari pihak ayahnya.
·
Beliau memiliki warna rambut
cokelat (menurut hasil visum dokter)
·
Meskipun dari keluarga mampu, tapi
Pierre kecil tidak pernah mau memakai sepatu saat bersekolah. Ia melakukannya
karena ingin merasa senasib dengan teman-teman sekolahnya yang juga tidak
memakai sepatu karena mereka berasal dari keluarga tidak mampu (berdasarkan
kesaksian seorang tokoh perjuangan, Bpk. Hartadi).
·
Pierre berasal dari keluarga
berada. Ayah Pierre adalah dokter yang bertugas di beberapa rumah sakit di
daerah Jakarta, Tasikmalaya, Bandung dan Semarang. Salah satunya adalah menjadi
Kepala Rumah Sakit Jiwa Pusat Semarang (Tawang) dari tahun 1950-1970.
·
Karakter Pierre yang rela
berkorban sepertinya sudah tampak sejak kecil. Saat SMA pun, ia tetap
menunjukkan perilaku yang sama tatkala tanpa sengaja terlibat perkelahian antar
pemain di klub volley yang diikutinya. Perkelahian yang mengundang kedatangan
polisi itu membuat Pierre ikut digiring ke kantor polisi (padahal saat polisi
datang banyak teman-temannya yang melarikan diri, tapi beliau tidak
melakukannya karena merasa ikut bertanggungjawab atas perkelahian yang
terjadi). Setelah di kantor polisi pun Pierre bersikeras tidak ingin ayahnya
yang merupakan dokter terpandang itu ikut campur untuk membebaskannya. Meskipun
saat itu ayahnya sudah tiba di kantor polisi tapi ia tidak mau polisi
mengetahui bahwa ia adalah anak dari dr.Tendean, karena bila mereka
mengetahuinya maka ia pasti akan segera dibebaskan, sementara tidak dengan
teman-temannya saat itu. Maka pulanglah sang ayah kembali ke rumah, dan Pierre
bersama teman-temannya harus menerima pendisiplinan berupa nasihat dan ceramah
dari pihak kepolisian sebelum akhirnya diperbolehkan kembali ke rumah
masing-masing.
·
dr. Tendean sebenarnya ingin anak
laki-laki satu-satunya itu mengikuti jejaknya sebagai dokter, namun nyatanya
Pierre justru mendaftar dan diterima sebagai taruna Akademi Militer Jurusan
Teknik (Akmil Jurtek) di Bandung pada bulan November 1958.
·
Pierre tergabung dalam corps Zeni
yang memiliki 9 tugas pokok yaitu: konstruksi, destruksi, rintangan, samaran,
penyeberangan, penyelidikan, perkubuan, penjinakan bahan peledak dan nuklir
biologi kimia pasif. Dalam karirnya di kemudian hari, beliau termasuk dalam
zeni tempur yang maju di garis depan pertempuran.
·
Ketika masih menjalani pendidikan,
yakni pada waktu masih menjadi Kopral Taruna, Pierre telah diikutkan dalam
operasi militer untuk menumpas pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik
Indonesia (PRRI Permesta) di Sumatra. Sebagai taruna Atekad, ia ditempatkan
dalam kesatuan Zeni Tempur Operasi Saptamarga.
·
Saat menjadi taruna, Pierre
tergabung dalam first team basket dan tenis taruna akademi yang selalu
mengikuti Pekan Olah Raga Antar Akademi setiap tahunnya. Nampak bahwa prestasi
olahraga Taruna Akmil Jurtek (Atekad) menonjol, khususnya tim basketnya, para
pemain tenisnya dan pemain anggarnya.
·
Keaktifannya dalam tim olahraga
inilah yang membuatnya populer di kalangan wanita, selain karena wajahnya yang
memang tampan khas pria blasteran. Maka muncullah sebutan untuknya: ‘Robert
Wagner dari Bumi Panorama’, mengacu pada aktor tampan yang populer di era
50-an.
·
Setelah lulus, Pierre diangkat
menjadi Komandan Peleton pada Batalyon Zeni Tempur 2/Daerah militer (Dam) II
Bukit Barisan yang berkedudukan di Medan. Di tempat inilah Pierre mengenal
Rukmini Chaimin, yang kemudian menjadi kekasihnya hingga maut menjemput.
·
Pada 1963 Pierre mengikuti
pendidikan intelijen karena akan ditugaskan untuk melakukan penyusupan ke
daerah konflik, saat Indonesia mengadakan politik konfrontasi dengan Malaysia
(masa Dwikora). Dalam melaksanakan tugas ini ia diperbantukan pada Dinas Pusat
Intelijen Angkatan Darat yang bertugas di garis depan.
·
Dua tahun lamanya Pierre
ditempatkan di garis depan dan selama masa itu 3 kali ia melakukan penyusupan
ke daerah Malaysia. Pertama kali ia memasuki daerah Malaysia dengan menyamar
sebagai wisatawan. Dalam penyusupan ketiga, di tengah laut ia dikejar oleh
kapal destroyer Inggris. Dengan cepat ia membelokkan speedboat-nya
dan secara diam-diam ia menyelam ke dalam laut. Sesudah itu ia berenang menuju
sebuah perahu nelayan. Agar tidak diketahui oleh pengemudi perahu, dengan
sangat hati-hati ia bergantung di bagian belakang perahu sementara seluruh
badannya dibenamkan ke air. Speeadboat-nya kemudian diperiksa oleh
pasukan patroli Inggris. Mereka hanya menemukan seorang pengemudi yang tidak
menimbulkan kecurigaan apa-apa sehingga akhirnya speadboat itu dibiarkan
berlayar kembali. Dengan cara demikian Pierre terhindar dari penangkapan.
·
Melihat tugas putranya yang sangat
membahayakan keselamatan jiwa, sang ibu merasa keberatan jika Pierre tetap berada
di garis depan pertempuran. Maka dimintanya Pierre untuk mengundurkan diri dari
jabatannya dan merekomendasikannya kepada petinggi TNI-AD sebagai staf.
·
Keputusan itu mengundang minat 3
orang perwira tinggi TNI yaitu Jenderal Abdul Harris Nasution, Jenderal
Hartawan dan Jenderal Dandi Kadarsan untuk menjadikannya ajudan.
·
Selain tugas pokoknya sebagai
petinggi TNI, Pak Nasution kerap pergi ke kampus-kampus untuk memberikan
ceramah umum di hadapan para mahasiswa/i. Pierre pun ikut mendampingi Pak
Nasution. Karena
penampilan fisiknya yang menarik, maka para mahasiswi yang mengikuti kuliah
akbar Pak Nasution menjadi tidak fokus pada ceramah yang disampaikan Pak
Jenderal. Alih-alih memperhatikan si penceramah, para mahasiswi ini justru
lebih memperhatikan sosok yang mendampingi Pak Nasution. Mereka sampai
mengeluarkan pernyataan “Telinga kami untuk Pak Nas, tapi mata kami untuk
ajudannya”.
2. Peran
Pierre Andries Tendean berjuang dalam mempertahankan
keutuhan bangsa
Dalam buku Ajisaka, Arya. 2004. Mengenal Pahlawan Indonesia. Kawan
Pustaka: Jakarta. (Koleksi Perpustakaan Kemdikbud), tertulis bahwa Pierre Andries Tendean selama menempuh pendidikan di Akademi Militer, Pierre tergolong taruna
yang cakapdan berprestasi. Tak heran, jika akhirnya ia diangkat menjadi
Komandan Batalyon Taruna dan Ketua Senat Korps Taruna. Ketika menjadi Kopral
Taruna, Pierre mendapat tugas praktik lapangan untuk menumpas
pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera Utara.
Operasi militer bernama Operasi Sapta
Marga ini berada dibawah Komando Brigjen Jatikusumo dalam kesatuan zeni tempur.
Tahun 1962, Pierre Tendean lulus dari Akademi Militer dan bertugas sebagai
Komandan Pleton Batalyon Zeni Tempur 2 Kodam II/Bukit Barisan, Medan yang memiliki 9
tugas pokok yaitu: konstruksi, destruksi, rintangan, samaran, penyeberangan,
penyelidikan, perkubuan, penjinakan bahan peledak dan nuklir biologi kimia
pasif. Dalam karirnya di kemudian hari, beliau termasuk dalam zeni tempur yang
maju di garis depan pertempuran.
Pada 1963 Pierre mengikuti pendidikan
intelijen karena akan ditugaskan untuk melakukan penyusupan ke daerah konflik,
saat Indonesia mengadakan politik konfrontasi dengan Malaysia (masa Dwikora).
Dalam melaksanakan tugas ini ia diperbantukan pada Dinas Pusat Intelijen
Angkatan Darat yang bertugas di garis depan. Kala itu,
konfrontasi Indonesia dengan Malaysia sedang memanas. Dimana dia memimpin sekelompok relawan di beberapa infiltrasi ke Malaysia dalam misi intelijen .
Wajah indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik Indonesia - Singapura
sebagai intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih Pierre berhasil melakukan infiltrasi sebanyak 6 kali, yang
terakhir nyaris membuatnya terbunuh. Pada saat beliau menjadi agen intelijen ini, dua tahun lamanya Pierre
ditempatkan di garis depan dan selama masa itu 3 kali ia melakukan penyusupan
ke daerah Malaysia. Pertama kali ia memasuki daerah Malaysia dengan menyamar
sebagai wisatawan. Dalam penyusupan ketiga, di tengah laut ia dikejar oleh kapal
destroyer Inggris. Dengan cepat ia membelokkan speedboat-nya dan
secara diam-diam ia menyelam ke dalam laut. Sesudah itu ia berenang menuju
sebuah perahu nelayan. Agar tidak diketahui oleh pengemudi perahu, dengan
sangat hati-hati ia bergantung di bagian belakang perahu sementara seluruh
badannya dibenamkan ke air. Speeadboat-nya kemudian diperiksa oleh
pasukan patroli Inggris. Mereka hanya menemukan seorang pengemudi yang tidak
menimbulkan kecurigaan apa-apa sehingga akhirnya speadboat itu dibiarkan
berlayar kembali. Dengan cara demikian Pierre terhindar dari penangkapan.
Dalam hal ini,
Tendean berperan sebagai pahlawan muda yang memiliki semangat berjuang dan rela
berkorban. Hal ini dibuktikannya dengan Tendean menerima pengalaman medan
sementara di akademi ketika ia dikirim ke Barat Sumatera dengan sesama taruna
untuk berpartisipasi dalam operasi
militer bernama "Sapta Marga". Pada saat itu adalah Kopral
Tendean dan ditugaskan Angkatan Darat Corps of Engineers ( Indonesia : Zeni
Tempur). Pada tahun 1962, Tendean lulus dari ATEKAD dan diberi Letnan Dua (
Indonesia : Letnan Dua (Letda) Czi). Tugas pertamanya adalah sebagai Komandan
Peleton di Batalyon ke-2 dari Corps of Engineers di Komando Militer
Daerah 2 ( Indonesian :
Komandan Peleton Batalyon Zeni Tempur Komando Daerah Militer 2 II (Danton Yon
Zipur 2 / Dam II)). di Medan.
Tahun berikutnya, Tendean menerima pelatihan intelijen di Bogor dan kemudian ditugaskan ke Layanan Pusat Intelijen Angkatan Darat ( Indonesia : Dinas Intelijen Pusat Angkatan Darat (DIPIAD)). Ia dikirim ke garis depan selama konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal sebagai "Dwikora", di mana dia memimpin sekelompok relawan di beberapa infiltrasi ke Malaysia dalam misi intelijen . Wajah indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik Indonesia - Singapura sebagai intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih Pierre berhasil melakukan infiltrasi sebanyak 6 kali, yang terakhir nyaris membuatnya terbunuh.
Tahun berikutnya, Tendean menerima pelatihan intelijen di Bogor dan kemudian ditugaskan ke Layanan Pusat Intelijen Angkatan Darat ( Indonesia : Dinas Intelijen Pusat Angkatan Darat (DIPIAD)). Ia dikirim ke garis depan selama konfrontasi dengan Malaysia yang dikenal sebagai "Dwikora", di mana dia memimpin sekelompok relawan di beberapa infiltrasi ke Malaysia dalam misi intelijen . Wajah indo-nya membuat Pierre dengan mudah bolak balik Indonesia - Singapura sebagai intelijen untuk mengumpulkan data. Kurang lebih Pierre berhasil melakukan infiltrasi sebanyak 6 kali, yang terakhir nyaris membuatnya terbunuh.
Pada
tanggal 15 April 1965, Tendean dipromosikan menjadi Letnan Satu ( Indonesia :
Letnan Satu (Lettu)) dan ditugaskan sebagai asisten pribadi kepada Jenderal
Besar DR. Abdul Harris Nasution (Menko Hankam/Kepala Staf ABRI) pada era
Soekarno. Pierre merupakan Ajudan Jendral A.H Nasution yang termuda, baik usia
maupun dinasnya sebagai seorang militer.
3.
Nilai-nilai yang dapat diambil dari perjuangan Pierre Andries Tendean
·
Rasa
persatuan dan kesatuan
·
Rela
berkorban dan tanpa pamrih
·
Cinta pada
tanah air
·
Pengabdian
·
Tidak
pantang menyerah
·
Hedoisme
·
Patriotism
·
Pantang
mundur
·
Setia
kawan
·
Nasionalisme
·
Percaya
diri
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sejak kecil Pierre memiliki sifat-sifat yang menyenangkan, yakni rendah hati, suka bergaul dan suka menolong. Karena itu ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, maupun ketika menjadi Taruna Akademi Tehnik Angkatan Darat (ATEKAD) Bandung, ia selalu mempunyai banyak teman dan disayangi oleh guru, pimpinan sekolah dan instrukturnya. Lebih-lebih sejak di Sekolah Menengah di samping selalu mendapat nilai raport yang baik. Ia juga membawa nama baik sekolah atau Korpnya dalam bidang olah raga, terutama dalam permainan basket dan bola volly. Namanya sangat populer di kalangan teman-temannya dan masyarakat di kota tempat ia menempuh pendidikan.
Tak lama setelah Pierre Tendean menamatkan pendidikan di ATEKAD (1962), sebagai Perwira Pertama ia pernah melaksanakan tugas negara yang berat, 3X memimpin gerilyawan menyusup ke daerah musuh dalam rangka konfrontasi dengan malaysia. Dalam melaksanakan tugas tersebut Letda Pierre Tendean banyak memperoleh informasi tentang keadaan musuh dan bahkan sempat berhasil merampas teropong jauh dari tentara Inggris.
Tugas intelijen yang sangat berbahaya itu dilaksanakannya berdasarkan Surat Perintah Direktur Zeni TNI-AD yang memperbantukan dirinya kepada Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat, sedangkan jabatan tetapnya adalah Komandan Peleton / DanTon Zipur 2 Kodam II,Bukit Barisan di Medan.
Karena prestasinya yang baik, tidak lama sesudah melaksanakan tugas intelijen itu, pada tanggal 15 April 1965, Letda Pierre Tendean diangkat menjadi Ajudan Menko Hankam KASAB Jenderal A.H. Nasution dengan pangkat Letnan Satu. Dalam tugasnya sebagai Ajudan Jenderal A.H. Nasution inilah, ia gugur sebagai korban keganasan Gerakan 30 September/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965, bersama-sama dengan enam Perwira Tinggi Angkatan Darat.
Pierre Andries Tendean merupakan tokoh luar biasa yang berjuang dan rela berkorban untuk mempertahankan keutuhan bangsa. Beliau pantas dijadikan teladan bagi generasi muda pada saat ini.
Sejak kecil Pierre memiliki sifat-sifat yang menyenangkan, yakni rendah hati, suka bergaul dan suka menolong. Karena itu ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, maupun ketika menjadi Taruna Akademi Tehnik Angkatan Darat (ATEKAD) Bandung, ia selalu mempunyai banyak teman dan disayangi oleh guru, pimpinan sekolah dan instrukturnya. Lebih-lebih sejak di Sekolah Menengah di samping selalu mendapat nilai raport yang baik. Ia juga membawa nama baik sekolah atau Korpnya dalam bidang olah raga, terutama dalam permainan basket dan bola volly. Namanya sangat populer di kalangan teman-temannya dan masyarakat di kota tempat ia menempuh pendidikan.
Tak lama setelah Pierre Tendean menamatkan pendidikan di ATEKAD (1962), sebagai Perwira Pertama ia pernah melaksanakan tugas negara yang berat, 3X memimpin gerilyawan menyusup ke daerah musuh dalam rangka konfrontasi dengan malaysia. Dalam melaksanakan tugas tersebut Letda Pierre Tendean banyak memperoleh informasi tentang keadaan musuh dan bahkan sempat berhasil merampas teropong jauh dari tentara Inggris.
Tugas intelijen yang sangat berbahaya itu dilaksanakannya berdasarkan Surat Perintah Direktur Zeni TNI-AD yang memperbantukan dirinya kepada Dinas Pusat Intelijen Angkatan Darat, sedangkan jabatan tetapnya adalah Komandan Peleton / DanTon Zipur 2 Kodam II,Bukit Barisan di Medan.
Karena prestasinya yang baik, tidak lama sesudah melaksanakan tugas intelijen itu, pada tanggal 15 April 1965, Letda Pierre Tendean diangkat menjadi Ajudan Menko Hankam KASAB Jenderal A.H. Nasution dengan pangkat Letnan Satu. Dalam tugasnya sebagai Ajudan Jenderal A.H. Nasution inilah, ia gugur sebagai korban keganasan Gerakan 30 September/PKI pada tanggal 1 Oktober 1965, bersama-sama dengan enam Perwira Tinggi Angkatan Darat.
Pierre Andries Tendean merupakan tokoh luar biasa yang berjuang dan rela berkorban untuk mempertahankan keutuhan bangsa. Beliau pantas dijadikan teladan bagi generasi muda pada saat ini.
B. Saran
Sudah sepantasnya kita sebagai generasi muda untuk menghormati dan
menghargai jasa-jasa para pahlawan serta meneruskan perjuangan mereka demi
Negara tercinta kita Indonesia Raya.
DAFTAR PUSTAKA
Virganita, Jenny. 2014. PIERRE TENDEAN:
"He was only 26 and will always be". Di akses dari halaman http://l1n92.blogspot.com/2014/08/pierre-tendean-he-was-only-26-and-will.html pada Minggu, 21 Agustus 2016.
Gitoyo, Yohanes. 2013. Kapten Czi
(Anm.) Pierre Andreas Tendean, Hidup Untuk Indonesia, Mati (Juga ) Untuk
Indonesia. Di akses dari halaman http://pustakadigitalindonesia.blogspot.com/2013/03/kapten-czi-anm-pierre-andreas-tendean.html pada Jumat, 22 Juli 2016.
Damayanti, Rizka. 2015. Biografi Pierre
Tendean Sang Pahlawan Revolusi Indonesia. Di akses dari halaman http://www.biografipahlawan.com/2015/01/biografi-pierre-tendean.html
pada Jumat, 22 Juli 2016.
Wikipedia. 2016. Pierre Tendean. Di
akses dari halaman file:///F:/Pelajaran/Sejarah/1/Pierre%20Tendean%20%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas.htm
pada Jumat, 22 Juli 2016.
Ajisaka, Arya. 2004. Mengenal
Pahlawan Indonesia. Jakarta:
Kawan Pustaka.
Masykuri. 1983. Pierre Tendean. Jakarta: Proyek
Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Direktorat Sejarah dan Nilai
Tradisional, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Daves, Joseph H. 2013. The Indonesian Army from Revolusi to
Reformasi - Volume 2: Soeharto and the New Order. United States:
CreateSpace Independent Publishing Platform.
LAMPIRAN
Figure 1 Pierre saat kecil Figure
2 Saat masuk akademi militer
Figure 3 Lulus Akademi Militer Figure
4 Saat menjadi ajudan Jenderal Nasution
Komentar
Posting Komentar