KEHIDUPAN POLITIK EKONOMI BUDAYA PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN


KEHIDUPAN POLITIK EKONOMI BUDAYA PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN
“Tugas Mandiri Tidak Terstruktur”
Guru Pembimbing : Dra. Siti Sundari Resmiati, M. Pd.



https://pbs.twimg.com/profile_images/2436824730/logo_sman7.gif
















Disusun oleh:
Zulfa Farida
30

Kelas XI IPS 3

SMA NEGERI 7 PURWOREJO
TAHUN PELAJARAN 2016/2017
Kata Pengantar


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nyalah sehingga saya dapat menyelesaikan makalah tentang ”Kehidupan politik ekonomi budaya pada masa demokrasi terpimpin”.
            Kami mengucapkan terimakasih karena dalam penyusunan makalah ini saya tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari para guru, khususnya guru Sejarah dan teman-teman.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan pedoman khususnya bagi penyusunnya dan umumnya bagi para pembacanya.





Purworejo, September 2016


Penyusun










DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
B.    Rumusan Masalah
C.    Tujuan
D.    Manfaat
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan
B.    Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN















BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pasca proklamasi kemerdekaan banyak terjadi perubahan sosial yang ada di dalam kehidupan masyarakat Indonesia pada khususnya. Dikarenakan sebelum kemerdekaan di proklamirkan, didalam kehidupan bangsa Indonesia ini telah terjadi diskriminasi rasial dengan membagi kelas-kelas masyarakat. Yang mana masyarakat di Indonesia sebelum kemerdekaan di dominasi oleh warga eropa dan jepang, sehingga warga pribumi hanyalah masyarakat rendahan yang kebanyakan hanya menjadi budak dari bangsawan atau penguasa.
Tetapi setelah 17 agustus 1945 segala bentuk diskriminasi rasial dihapuskan dari bumi bangsa Indonesia dan semua warga negara Indonesia dinyatakan memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam segala bidang.
Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang telah dicanangkan sejak awal adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya landasan itulah yang menjadikan misi utama yaitu menitik beratkan pembangunan awal dibidang pendidikan yang mana telah di pelopori oleh Ki Hajar Dewantara yang mana di cetuskan menjadi Bapak pendidikan yang juga menjabat sebagai menteri pendidikan pada masa pasca kemerdekaan 1945.

Rumusan Masalah
1.     Bagaimana perkembangan sosial dan budaya pada masa demokrasi terpimpin?

Tujuan
1.     Untuk mengetahui perkembangan sosial budaya pada masa pemerintahan demokrasi terpimpin.



Manfaat
1.     Untuk menambah wawasan yang terkait dengan perkembangan sosial dan budaya pada masa demokrasi terpimpin.
2.     Untuk memberikan referensi kepada pada pembaca tentang perkembangan sosial dan budaya pada masa demokrasi terpimpin


























BAB II
PEMBAHASAN

1.      Pendidikan
Murid-murid sekolah lanjutan pertama dan tingkat atas pada tahun 1950-an jumlahnya melimpah dan berharap menjadi mahasiswa. Mereka ini adalah produk pertama dari system pendidikan setelah kemerdekaan. Universitas baru didirikan di ibukota propinsi dan jumlah fakultas ditambah meskipun kekurangan tenaga pengajar. Perguruan tinggi swasta semakin banyak terutama tahun 1960. Eksplosi pendidikan tinggi ini disebabkan meluasnya aspirasi untuk menjadi mahasiswa.
Untuk memenuhi keinginan golongan islam didirikan Institut Agama Islam Negeri (IAIN). Sedangkan umat Kristen dan katolik didirikan sekolah Tinggi Theologia serta seminari-seminari. Sistem penerimaan mahasiswa yang mudah dan pembebasan biaya kuliah menyebabkan peningkatan jumlah mahasiswa besar-besaran. Penambahan mahasiswa mencapai seratus ribu dengan perguruan tinggi 181 buah pada tahun 1961.
Sejak tahun 1959 dibawah menteri P dan K Prof. Dr. Prijono disusun suatu rencana pengajaran yang disebut Sapta Usaha Tama, yang meliputi :
a.       Penertiban aparatur dan usaha-usaha Departemen P dan K,
b.      Meningkatkan seni dan olahraga
c.       Mengharuskan usaha halaman
d.      Mengharuskan penabungan
e.       Mewajibkan usaha-usaha koperasi
f.       Mengadakan kelas masyarakat
g.      Membentuk regu kerja di kalangan SLTP/SLTA dan Universitas
Sejak tahun 1962 sistem pendidikan SMP dan SMA mengalami perubahan dalam kurikulum SMP baru di tambahkan mata pelajaran ilmu administrasi dan kesejahteraan masyarakat. Sistem pendidikan SMA di lakukan penjurusan mulai kelas II jurusan di bagi menjadi kelas budaya, soiial, ilmu pasti dan alam.  Melihat pembagian di SMA seperti itu menunjukkan mereka dipersiapkan untuk memasuki peguruan tinggi.
Tentang penyelenggaraan seni dan olah raga ditentukan kewajiban mempelajari dan menyanyikan 6 lagu nasional selain lagu kebangsaan Indonesia Raya. Olah raga sepak bola dan bola volley banyak dikembangkan.
Yang dimaksud Usaha halaman adalah usaha yang dapat dilakukan di halaman sekolah maupun rumah, yang hasilnya dapat dibuat sebagai penambah pangan. Usaha halaman sekolah berlaku untuk semua tingkat sekolah negeri maupun swasta.
Gerakan menabung bagi setiap murid dilakukan pada bank tabungan pos, kantor pos, kantor pos pembantu. Cara penabungan di atur oleh departemen P dan K bersama dengan Direksi Bank Tabungan Pos. usaha ini untuk mendidik anak berhemat selain untuk pengumpulan dana masyarakat. Gerakan koperasi sekolah juga digiatkan. Murid aktif dalam penyelenggaraan koperasi. Kepala sekolah dan guru sebagai pengawas dan penasehat koperasi.
Suatu kelas masyarakat yang waktu pendidikannya 2 tahun dibentuk untuk menampung lulusan sekolah rakyat yang karena sesuatu hal tidak dapat melanjutkan sekolah. Mereka dididik dalam kelas masyarakat ini untuk mendapat ketrampilan.
Sekitar tahun 1960-an dikalangan pendidikan muncul masalah yakni usaha PKI untuk menguasai organisasi profesi guru “Persatuan Guru Replubik Indonesia” (PGRI). Hal ini menimbulkan perpecahan dikalangan guru dan PGRI.  Perpecahan PGRI bertepatan dengan dilancarkannya system pendidikan baru oleh menteri PP dan K. system baru itu adalah Pancasila dan Pancawardhana. Adapun sistem Pancawardhana atau lima pokok penjabarannya :
                                           I.     Perkembangan cinta bangsa dan tanah air, moral nasional /internasional/keagamaan.
                                              II.   Perkembangan intelegensi.
                                              III. Perkembangan nasional-artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir dan batin.
                                              IV. Perkembangan keprigelan ( kerajinan tangan ).
 V.  Perkembangan jasmani.

2.      Komunikasi Massa
Surat kabar dan majalah yang tidak seirama dengan Demokrasi Terpimpin, harus menyingkir dan tersingkir. Persyaratan untuk mendapatkan Surat Ijin Terbit dan Surat Ijin Cetak (SIT) diperketat. Sejak tahun 1960, semua penerbit wajib mengajukan permohonan SIT dengan dicantumkan 19 pasal yang mengandung pertanggungjawaban surat kabar/majalah tersebut.
Pedoman resmi untuk penerbitan surat kabar dan majalah diseluruh Indonesia, dikeluarkan pada tanggal 12 Oktober 1960 yang ditanda tangani oleh Ir. Juanda selaku Pejabat Presiden. Pedoman yang berisi 19 pasal tersebut mudah digunakan penguasa untuk menindak surat kabar/majalah yang tidak disenangi. Maka satu demi satu penerbit yang menentang dominasi PKi di cabut SITnya. Yakni, Harian Pedoman, Nusantara, Keng Po, Pos Indonesia, Star Weekly dan sebagainya. Surat kabar Abadi lebih memilih menghentikan penerbitan daripada menandatangani persyaratan 19 pasal itu. Dengan semakin sedikitnya pers Pancasila yangb masih hidup, dapat digambarkan betapa merajalelanya Surat Kabar PKI seperti Harian Rakyat, Bintang Timur, dan Warta Bhakti.
Melalui Harian Rakyat surat kabar resminya, pimpinan PKI memimpin propaganda untuk menyingkirkan lawan politiknya. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) satu-satunya organisasi profesi wartawan yang ada dan diakui pemerintah, didominasi oleh golongan komunis dan satelit-satelitnya. Karena itu wartawan diluar kubu komunis tidak bisa bergerak karena terkepung. Bahkan Departemen Penerangan akhirnya dapat digiring kepada sikap mendukung garis yang diajukan PKI.
 Sajuti Melik menyebarluaskan ajaran-ajaran Bung Karno yang murni (belum dipengaruhi oleh komunisme) dalam tulisan-tulisan yang dimuat dalam surat kabar dengan jdul tulisan “Belajar Memahami Soekarnoisme”. Isi pokok tulisan Sajuti Melik ialah “Tidak setuju Nasakom”, melainkan setuju Nasasos. Maksudnya ialah untuk mengingatkan berbagai pihak akan ajaran-ajaran Bung Karno yang semula. Dengan demikian diharapakan untuk membendung penyimpangan-penyimpangan oleh PKI terhadap ajaran-ajaran itu. Pada mulanya tulisan itu di muat oleh Suluh Indonesia, Koran PNI, dan dari Koran itu di kutip oleh harian dan majalah lain. Tapi setelah ada protes keras dari PKI, maka dihentikan pemuatannya oleh Suluh Indonesia. Berdasarkan tulisan sajuti Melik ini, berdirilah Badan Pendukung Soekarnoisme (BPS). Pengurus BPS adalah ketua : Adam Malik; Wakil Ketua : B. M. Diah; Ketua Harian : Sumantoro; Wakil Ketua Harian : Junus Lubis; Sekretaris Umum : Drs. Asnawi Said; Bendahara : Sunaryo Prawiroadinata; Biro Dalam Negeri : Sugiarso; Biro Luar Negeri : Zain Effendi AI; Penghubung : Adyatman. BPS terbukti mendapat dukungan luas dalam masyarakat, dilain pihak mendapat tantangan dari PKI. Melalui surat kabar, rapat-rapat dan demonstrasi PKI menfitnah BPS dengan slogan to kill Soekarno With Soekarnoisme.
Pemerintah Soekarno pada saat itu mendapat tekanan dari golongan komunis untuk menindak BPS. Pada akhirnya Presiden Soekarno, selaku pemutus terakhir turun tangan. Keputusan yang di ambil Presiden Soekarno pada bulan februari 1965 ialah: “ …melarang semua aktivitas BPS dan mencabut izin terbit Koran-koran penyokong BPS”. Ini berarti BPS bubar.
 Akibat dilarangnya Koran pendukung BPS banyak karyawan pers yang dengan itikat baik hendak menyebarkan ajaran Bung Karno menurut tafsiran yang murni dan bukan tafsiran Komunis., kehilangan nafkahnya.

3.      Kehidupan Budaya
 Sesuai dengan semboyan PKI “ politik adalah panglima”  maka seluruh kehidupan masyarakat diusahakan untuk berada di bawah dominasi politiknya. Kampus diperpolitikkan mahasiswa yang tidak mau ikut dalam rapat umumnya, appel-appel besarnya dan demonstrasi-demonstrasi revolusionernya di caci maki dan dirongrong oleh unsur Consentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) atau satelit-satelitnya. Wartawan yang ikut BPS dimaki-maki sebagai antek Nekolim atau agen CIA. Bahkan para budayawan maupun seniman juga tak luput dari raihan tangan mereka.
Realisme sosialis sebagai doktrin komunis dibidang seni dan sastra diusahakan untuk menjadi doktrin di Indonesia juga. Akan tetapi pelaksanaan doktrin tersebut lebih represif dari pada persuasive seperti adanya larangan bagi pemusik-pemusik pop untuk memainkan lagu-lagu ala imperialis barat. Peristiwa yang paling diingat oleh masyarakat pada bidang budaya adalah heboh mengenai Manifes Kebudayaan dan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI).  Sesungguhnya isi dari Manifes Kebudayaan itu tidaklah baru atau luar biasa. Yang diungkap adalah konsepsi humanisme universal yang timbul dalam masyarakat liberal yang menekankan kebebasan individu untuk berkarya secara kreatif. PKI tidak serta merta menyerang manifes tersebut akan tetapi berselang 4 bulan setelah kemunculannya baru mulai angkat senjata. Hal ini terjadi karena para sastrawan Pancasilais baik yang mendukung manifes kebudayaan maupun tidak sedang menyiapkan rencana untuk menyelenggarakan Konferensi Karyawan Pengarang Indonesia (KKPI). PKI menganggap bahwa sebuah manifest saja bukanlah ancaman bagi mereka akan tetapi suatu pengelompokan yang terorganisasi merupakan bahaya yang harus segera ditumpas sebelum berkembang lebih besar. Para sastrawan yang sudah menyiapkan KKPI memiliki perencanaan yang matang. Mereka sudah  melakukan pengaman secukupnya baik berupa konsepsi maupun dukungan dari pejabat-pejabat dan kekuatan-kekuatan pancasilais. Setelah kemunculan Persatuan Karyawan Pengarang Indonesia (PKPI) barulah PKI mulai mengadakan kampanye untuk mengidentifikasi KKPI dan PKPIdengan manifest kebudayaan untuk sama-sama dihancurkan. Serangan terhadap manifest kebudayaan terus dilancarkan melalui tulisan yang semakin tajam dalam Harian Rakyat, Bintang Timur dan Zaman Baru. PKI menganggap manifest kebudayaan sebagai bentuk penyelewengan dari revolusi Indonesia yang berporos pada soko guru tani, buruh dan prajurit. Di lain sisi PKI mendukung penuh gagasan manifest politik karena dalam ide-ide tersebut terdapat penyesuaian gagasan sikap politik budaya dari perjuangan komunisme. Manifes kebudayaan dianggap mengesampingkan manifest politik karena memisahkan antara politik dan kebudayaan. Propaganda PKI yang hebat sedikit banyak telah mempengaruhi massa, serangan-serangan terhadap pendukung manifest kebudayaan dan KKPI tidak ada hentinya dalam harian, pidato, tokoh-tokoh PKI maupun aksi politik. Serangan lewat media mass media, aksi turun kejalanberdemonstrasi dilakukan oleh penyokong PKI. Aksi-aksi tersebut mengundang presiden Soekarno sehingga pada ulang tahun Departemen Perguruan Tinggi dan ILmu Pengetahuan (PTIP) yang ke-3 menyampaikan pidato yang mendesak mahasiswa revolusioner dan molotan untuk menggeser guru-guru besar dan sarjana anti manifest politik. Pidato Presiden Soekarno tentang Manipol-Usdek yang dimanfaatkan PKI untuk pentrapan bagi konsumsi rakyat. Dalam pidato ini Presiden soekarno mengecam adanya kebudayaan barat yang diasosiasikan dengancita-cita imperialism barat. Kekuatan Pki setelah tahun 1963sangat besar dan berpengaruh sekali, Bahkan PKI dapat keluar masuk istana secara mudah. Sehingga Presiden soekarno mengeeluarkan larangan terhadap manifest kebudayaan karena manifesto politik republic Indonesia sebagai pancaran pancasiala telah menjadi garis besar haluan negara tidak mungkin didampingi manifesto lain apalagi kalau manifesto itu menunjukkan sikap ragu-ragu terhadap revolusi dan member kesan berdiri disampingnya. Pernyataan Presiden Soekarno yang menganggap pendukung manifest kebudayaan bertentangan dengan manipol merupakan suatu tuduhan yang sangat berbahasa pada saat itu. Pencetus utama manifest kebudayaan H.B Jassin, wiratmo Sukitodan Trisno sumardjo merasakan ahwa mereka harus membuat suatu pernyataan berkenaan dengan perintah pelarangan dari Presiden soekarno untuk menjelaskan posisi manifesto kebudayaan, membersihkan diri mereka dari massa yang digerakkkan PKI. Oleh sebab itu pada tanggal 11 Mei 1964 ketiga tokoh tersebut menanggapi larangan Presiden Soekarno. Pernyataan ini dibuat agar angka korban yang jatuh akibat dukungan kepada manifest kebudayaan tidak meningkat.
Pada tanggal 27 Agustus-2 September 1964 PKI mengadakan Konferensi Nasional Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR) di Jakarta. KSSR ini dimaksudkan untuk menandingi KKPI yang diadakan bulan Maret lalu. KSSR mau membuktikan bahwa suasana kebudayaan berada dibawah kekuasaaan PKI. Dengan demikian berhasilllah PKI memukul manifest kebudayaan akan tetapi PKPI tidak dapat mereka hancurkan. Benteng Pancasila tidak dapat ditaklukkan oleh PKI selain itu para sastrawan Indonesia mendapatkan pelajaran berharga bahwa untuk menghadapi komunisme diperlukan juga senjata berupa organisasi.

4. Kehidupan Sosial
                  Kehiduapan social di Masa Demokrasi Terpimpin dapat dikatakan terkotak-kotak. Semboyan “politik adalah panglima” menjadi pemicunya sehingga seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia seolah terpecah. Masing-masing elemen rakyat memiliki pilihan politiknya dan berusaha memaksakan pilihan itu ke masyarakat lain. Jika menolak, maka keributan bisa saja kemudian terjadi.
Selain itu, pembagian masyarakat atas tiga lapisan social, yakni santri, priyayi, dan abangan menjadikan situasi dan kondisi politik Indonesia terus-menerus panas. Masyarakat santri diasumsikan memiliki pilihan politik ke Masyumi atau Partai NU, masyarakat priyayi berafiliasi ke Partai Nasional Indonesia (PNI), sedangkan masyarakat abangan condong kepada Partai Komunis Indonesia.
Partai Komunis Indonesia (PKI) dikenal sebagai partai yang sangat agresif dalam menyebarkan pahamnya. Mereka tak segan untuk memaksakan kehendaknya, bahkan dengan jalan kekerasan. Di kampus misalnya, mahasiswa yang tidak mau ikut demonstrasi “revolusioner” nya, akan dimaki Central Gerakan Mahasiswa Indonesia (CGMI) atau satelit-satelitnya di bawah naungan PKI. Demikian pula dengan wartawan yang berseberangan dengan PKI akan dituduh sebagai antek neokolin dan agen CIA.








BAB V
PENUTUP

Kesimpulan
Dalam bidang sosial budaya, pendidikan masa demokrasi terpimpim mulai berubah dan mengalami kemajuan. Perguruan tinggi mulai bermunculan baik swasta maupun negeri. Media massa ketika demokrasi terpimpin mengalami kemunduran, sebab media massa mulai dibelenggu dengan aturan-aturan dan izin cetak/siar. Media massa dikendalikan oleh komunis. Bidang budayapun juga begitu, seni dan sastra dipengaruhi oleh paham komunis.

Saran
            Dengan adanya perkembangan sosial dan budaya pada masa demokrasi terpimpin diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk menyeleksi kehidupan social dan budaya yang sedang dihadapi saat ini. Dan juga perkembangan social budaya pada saat demokrasi terpimpin bisa dijadikan pengalaman saat itu, sehingga dapat dijadikan acuan perkembangan social dan budaya pada masa sekarang agar bisa lebih baik lagi dari sebelumnya.













DAFTAR PUSTAKA

Ayuk. 2012. Masa Demokrasi Terpimpin. Di akses dari halaman    http://ayouk91.blogspot.com/2012/01/masa-demokrasi-terpimpin.html pada Jumat, 22 Juli 2016.

Aryasta, Revin Nuzul. 2013. Kehidupan Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya Pada Awal Kemerdekaan. Di akses dari halaman http://revinnuzularyasta.blogspot.com/2013/05/kehidupanpolitikekonomisosialbudaya.html pada Jumat, 22 Juli 2016.


Mustopo, M Habib; Suprijono, Agus dan Hermawan. 2014. Sejarah 3 Peminatan Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta Timur : Yudhistira.

Marwati Djoened Poesponegoro dkk. 1993 Sejarah Nasional Indonesia jilid VI, Jakarta: Depdikbud-Balai Pustaka.















LAMPIRAN




Komentar